*YANG DIANGGAP MAHROM PADAHAL BUKAN*
Oleh Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Latif
Disebabkan keengganannya dalam mendalami ilmu agama Islam, maka banyak kita jumpai adanya beberapa anggapan keliru dalam mahrom. Otomatis berakibat fatal, orang-orang yang sebenarnya bukan mahrom dianggap sebagai mahromnya. Sangat ironis memang, tapi demikianlah kenyataannya. Oleh karena itu dibutuhkan pembenahan secepatnya.
Berikut beberapa orang yang dianggap mahrom tersebut.
▶️Ayah Dan Anak Angkat. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ
“Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu”. [al-Ahzab/33 : 4].[1]
▶️Sepupu (Anak Paman/Bibi). Hal ini berdasarkan firman Allah setelah menyebutkan macam-macam orang yang haram dinikahi: وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ “Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian” [An-Nisa”/4: 24] Menjelaskan ayat tersebut, Syaikh Abdur Rohman Nasir As-Sa’di berkata: “Hal itu seperti anak paman/bibi (dari ayah) dan anak paman/bibi (dari ibu)“. [2]
▶️Saudara Ipar. Hal ini berdasarkan hadits berikut: إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Waspadalah oleh kalian dari masuk kepada para wanita, berkatalah seseorang dari Anshor: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (kerabat suami)? Rasulullah bersabda: “Al-Hamwu adalah merupakan kematian.” [3]
Imam Baghowi berkata: “Yang dimaksud dalam hadits ini adalah saudara suami (ipar) karena dia tidak termasuk mahrom bagi si istri. Dan seandainya yang dimaksudkan adalah mertua padahal dia termasuk mahrom, lantas bagaimanakah pendapatmu terhadap orang yang bukan mahrom?”. Lanjutnya: “Maksudnya, waspadalah terhadap saudara ipar sebagaimana engkau waspada dari kematian“.
▶️Mahrom Titipan. Kebiasaan yang sering terjadi, apabila ada seorang wanita ingin bepergian jauh seperti berangkat haji, dia mengangkat seorang lelaki yang `berlakon’ sebagai mahrom sementaranya. Ini merupakan musibah yang sangat besar. Bahkan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani menilai dalam Hajjatun Nabi (hal. 108) : “Ini termasuk bid’ah yang sangat keji, sebab tidak samar lagi padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari’at. Dan merupakan tangga kemaksiatan”.
0 Comment to "YANG DIANGGAP MAHROM PADAHAL BUKAN"
Post a Comment