SHALAT GHÂIB DALAM FIKIH ISLAM
Oleh :
Ustadz Kholid Syamhudi Lc
Sudah dimaklumi bahwa pada asalnya shalat jenazah dilakukan pada mayit yang ada dihadapan imam dan jamaah yang shalat serta jenazah diletakkan di tanah ke arah kiblat. Namun terkadang mayitnya jauh dan tidak ada dihadapan orang yang shalat. Dari sinilah muncul istilah shalat ghâib yaitu menyhalatkan jenazah atau mayit yang tidak ada dihadapan orang yang menyhalatkannya dengan tata cara yang sama dengan tata cara shalat jenazah.
Ada beberapa riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya terhadap beberapa Sahabat yang wafat jauh dari kota Madinah dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bisa menyaksikan kematian dan penguburannya. Para Sahabat tersebut Radhiyallahu anhum berjumlah empat orang seperti disampaikan banyak riwayat, yaitu: an-Najâsyi Raja Habasyah, Mu’awiyah bin Mu’âwiyah al-Laitsi atau al-Muzani, Zaid bin Hâritsah dan Ja’far bin Abi Thalib Radhiyallahu anhum.
Riwayat-riwayat ini ada yang shahih dan ada yang lemah. Riwayat yang shahih hanya pada kisah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ghâib pada an-Najâsyi, selain itu, riwayatnya lemah sekali. Sehingga Imam adz-Dzahabi rahimahullah menyatakan pada biografi an-Najâsyi,Dia wafat di masa hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ghâib atasnya bersama para Sahabat Radhiyallahu anhum dan tidak benar Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ghâib pada selainnya. [Siyar A’lam Nubala` 1/428-429]
*🛑 PENSYARIATAN SHALAT GHAIB*
Para Ulama fikih berbeda pendapat tentang pensyariatan shalat ghâib dalam beberapa pendapat:
1. Shalat ghâib disyariatkan dan boleh dilakukan pada Muslim yang wafat di negara lain. Ini adalah pendapat asy-Syâfi’iyah dan riwayat yang masyhur dari Ahmad rahimahullah dan menjadi pendapat mu’tamad dalam madzhab Hanâbilah. (lihat al-Umm 1/308, Kasyâf al-Qinâ’ 2/121, al-Majmû’ 5/252 dan Kifayatul Akhyâr 1/163). Juga pendapat Ibnu Hazm azh-Zhâhiri rahimahullah dan mayoritas Salaf [lihat al-Muhalla 3/399 dan Nailul Authâr 4/560].
Dalil pendapat ini :
Perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap an-Najâsyi, seperti dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى لِلنَّاسِ )وهو بالمدينة( النَّجَاشِيَّ )أَصْحَمَهْ( )صَاحِبَ الْحَبَشَةِ( فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ ) قَالَ: إِنَّ أَخًا قَدْ مَاتَ (وفي رواية: مَاتَ الْيَوْمَ عَبْدٌ للهِ صَالِحٌ) )بِغَيْرِ أَرْضِكُمْ( )فَقُوْمُوْا فَصَلُّوْا عَلَيْهِ( ، )قَالُوْا: مَنْ هُوَ؟ قَالَ النَّجَاشِيُّ( )وَقَالَ: اسْتَغْفِرُوْا لأَخِيْكُمْ( ، قَالَ: فَخَرَجَ بِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى (وفي رواية: البَقِيْعِ) )ثُمَّ تَقَدَّمَ فَصَفُّوْا خَلْفَهُ( )صَفَّيْنِ( ، )قَالَ: فَصَفَفْنَا خَلْفَهُ كَمَا يُصَفُّ عَلَى الْمَيِّتِ وَصَلَّيْنَا عَلَيْهِ كَمَا يُصَلَّى عَلَى الْمَيِّتِ( )وَمَا تُحْسَبُ الْجَنَازَةُ إِلاَّ مَوْضُوْعَةٌ بَيْنَ يَدَيْهِ( )قَالَ: فَأَمَّنَا وَصَلَّى عَلَيْهِ( ، وَكَبَّرَ(عَلَيْهِ) أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang ketika itu sedang berada di Madinah) pernah mengumumkan berita kematian an-Najâsyi (Ash-hamah) (raja Habasyah) kepada orang-orang pada hari kematiannya. (Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya saudara kalian telah meninggal dunia dan dalam sebuah riwayat disebutkan : Pada hari ini, hamba Allah yang shalih telah meninggal dunia) (di luar daerah kalian) (karenanya, hendaklah kalian menshalatinya).(Mereka berkata : Siapakah dia itu? Beliau menjawab : “an-Najâsyi.) (Beliau juga bersabda : Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian ini”).Perawi hadits ini pun bercerita : Maka Beliau berangkat ke tempat shalat (dan dalam sebuah riwayat disebutkan : Ke kuburan Baqi).(Setelah itu,Beliau maju dan mereka pun berbaris di belakang.